Nama Sungai Citarum mungkin sudah tidak asing lagi di telinga kita. Ya, sungai terpanjang dan terbesar di Jawa Barat ini memang dikenal sebagai sungai purba yang berperan penting dalam peradaban manusia sejak zaman Kerajaan Tarumanegara. Sampai hari ini, Sungai Citarum dikenal sebagai sungai strategis nasional. Jika kamu tinggal di Bandung atau di Jakarta, boleh jadi air minum yang kamu konsumsi berasal dari bahan baku air Sungai Citarum.
Dengan luas 682.000 hektar dan melintasi 13 kota dan kabupaten, Sungai Citarum memang memberikan jasa yang besar terhadap lingkungan. Sungai ini menghidupi 25 juta penduduk, di mana 15 juta penduduk di antaranya tinggal di sekitar sungai. Tak hanya itu, sungai ini juga telah menjadi sumber air irigasi bagi 4 juta hektar lahan pertanian serta menjadi sumber daya pembangkit listrik.
Sayangnya, sejak tahun 2007 silam, sungai yang telah mendukung kehidupan banyak orang ini tercatat sebagai salah satu sungai yang paling tercemar di dunia. Ada berbagai masalah lingkungan hidup yang dihadapi Sungai Citarum, mulai dari pencemaran air, lahan yang terkontaminasi, hingga akhirnya polusi udara yang mempengaruhi kualitas hidup masyarakat.
Melihat pentingnya keberadaan Sungai Citarum bagi masyarakat, maka sudah saatnya seluruh pihak mengambil peran mengatasi permasalahan sampah yang ada di daerah aliran sungai (DAS) Citarum. Semangat inilah yang diangkat oleh Greeneration Foundation dan PT
Perlu dukungan semua pihak untuk membuat Citarum bersih
“Pengelolaan sampah walaupun domain pelayanan publik, tetapi tidak lepas dari tanggung jawab masyarakat dan pelaku bisnis,” ujar Didi Adji Siddik, Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik Jawa Barat, dalam webinar tersebut.
Pemerintah sendiri sudah mengatur persoalan sampah ini dengan menerbitkan Undang undang Nomor 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah. Berdasarkan aturan ini, setiap orang dilarang mengimpor sampah, mencampur sampah dengan limbah bahaya dan beracun, mengelola sampah yang menyebabkan pencemaran, membuang sampah tidak pada tempat yang telah ditentukan, melakukan penanganan sampah dengan pembuangan terbuka, dan membakar sampah.
Sebagai konsekuensi dari peraturan Pengelolaan Sampah tersebut, maka produsen atau pabrik harus membatasi (reduce) jumlah sampah yang dihasilkan. Selain itu, kita juga perlu mengubah perilaku dan memperlakukan sampah sebagai sumber daya, bukan sebagai hasil buangan (waste), dengan cara menggunakan kembali (reuse) dan mendaur ulang (recycle).
Untuk mendorong kesadaran semua pihak akan pengelolaan sampah, pemerintah menargetkan pada tahun 2025 nanti Indonesia bisa mengurangi 30% sampah dan menangani 70% sampah.
Menurut Didi, banyaknya timbunan sampah dan pencemaran di DAS Citarum tidak terlepas dari banyaknya jumlah penduduk yang hidup di sekitar sungai tersebut. Semakin besar penduduk suatu kota, maka semakin banyak juga sampah yang dihasilkan. Hal ini bisa dilihat di Kota Bandung.
Masalah yang dihadapi di DAS Citarum berawal dari persoalan krusial seperti perilaku masyarakat yang masih membuang sampah ke sungai, mulai dari sampah rumah tangga, sampak domestik organik, anorganik, hingga bangkai hewan. Di samping itu, penanganan sampah di DAS Citarum juga masih menemui kendala, seperti terbatasnya tempat pembuangan sementara (TPS) dan tempat pembuangan akhir (TPA), dan terbatasnya sarana angkut sampah. Padahal, jumlah sampah tiap desa selalu tinggi, bisa mencapai 15 ton per hari. Tumpukan sampah yang tidak teratasi ini akhirnya menimbulkan gas methan yang memiliki daya rusak 10 kali lebih besar daripada karbondioksida.
“Itu sebabnya untuk mengatasi persoalan sampah di DAS Citarum, kita perlu angkutan yang memadai, TPS dan TPA yang memadai. Saat ini TPA Cinangka masih belum beroperasi. Kami berharap TPA ini harus cepat dioperasionalkan,” ujar Didi.
Mengingat Sungai Citarum adalah sungai strategis nasional, maka kewenangan terkait pengelolaan sungai tersebut ada di Kementerian Lingkungan Hidup. Selain itu, Sungai Citarum yang melintasi 13 kota dan kabupaten juga membutuhkan campur tangan lintas batas untuk mengatasi persoalan sampah di DAS Citarum.
“Perlu upaya penanganan dalam pengelolaan sampah di Sungai Citarum, seperti pengelolaan bersama dan penanganan khusus daerah perbatasan,” kata Didi.
Dari kacamata akademisi, Muhammad Syahril Badri Kusuma, Ketua Kelompok Keahlian Teknik Pengembangan Sumber Daya Air Institut Teknologi Bandung (ITB) sekaligus Guru Besar ITB mengatakan, penyelesaian permasalahan Sungai Citarum harus bertujuan mencapai Millennium Development Goals (MDGs) dan Sustainable Development Goals (SDGs) yang disusun oleh The United Nations.
“Jadi, apapun upayanya, penyelesaian permasalahan Sungai Citarum harus berkelanjutan dan perlu mencakup permasalahan ancaman bencana yang ada di DAS Citarum,” kata Syahril.
Menurutnya, ancaman terbesar saat ini yang dihadapi sungai-sungai, termasuk Sungai Citarum, ialah banjir. Ancaman ini semakin besar menghampiri di kala musim hujan, karena air hujan akan membawa air dan sampah yang ada di permukaan sekitar sungai, ke dalam sungai. Akumulasi air dan sampah ini akan terbawa bersama banjir mulai dari hulu hingga muara di sekitar sungai. Banjir juga akan mempengaruhi kualitas air sungai, dari yang semula bisa dimanfaatkan untuk air minum, menjadi tidak bisa. Itu sebabnya, Syahril memandang perlu ada kajian pembagian alokasi air sungai untuk menentukan alokasi air untuk air minum, industri, sawah, dan sebagainya.
Langkah nyata sektor swasta dalam memperbaiki Citarum
“Kami sebagai perusahaan yang memakai plastik sebagai bahan baku kemasan, kami terpanggil untuk menjadi bagian dari solusi, demi menjaga masyarakat dan dalam jangka panjang juga menjaga bisnis kami,” papar Triyono Prijosoesilo, Public Affairs and Communication Director PT
Untuk mewujudkan visi “World Without Waste”, ada tiga kerangka kerja yang dilakukan
Di bidang kemitraan, Coca -Cola Indonesia bersama dengan Danone Indonesia, PT Indofood Sukses Makmur Tbk, PT Nestle Indonesia, PT Unilever Indonesia Tbk, dan PT Tetra Pak Indonesia mendirikan Packaging and Recycling Association for Indonesia Sustainable Environment (PRAISE). Sementara di bidang pengumpulan sampah,
“Tahun ini kami akan mulai pilot project di Jawa Timur, Bali, dan Lombok. Tahun depan kami akan ekspansi agar upaya ini bisa menjadi skala nasional,” ujar Triyono. Tak hanya IPRO,
Selain dari kegiatan diatas The
Citarum River Clean Up merupakan bagian dari Clean Currents Coalition, yakni program koalisi sembilan organisasi nonprofit yang bertujuan membersihkan sembilan sungai di dunia. Clean Currents Coalition disponsori oleh The
Vanessa Letizia, Executive Director Greeneration Foundation menjelaskan, Sungai Citarum dipilih sebagai sungai yang dibersihkan dalam program Clean Currents Coalition karena sungai ini merupakan urat nadi masyarakat Jawa Barat. Namun, terlepas dari perannya yang sangat penting bagi kehidupan masyarakat, Sungai Citarum begitu tercemar oleh sampah.
Ia menjelaskan, setiap harinya, ada sekitar 1.300 ton sampah yang masuk ke sungai dan mengendap di laut. Sehingga, sampah yang tidak dikelola dengan baik akhirnya membuat laut jauh dari kata sehat meningkatkan risiko banjir untuk wilayah di sekitar sungai.
Vanessa memandang, kerjasama menjadi kunci mengatasi persoalan sampah di Sungai Citarum. Dalam program Citarum River Clean Up, Greeneration Foundation bekerja sama dengan Waste4Change sebagai ahli manajemen sampah dan RiverRecycle sebagai pengembang teknologi untuk membersihkan sampah. Selain itu, kehadiran organisasi nonprofit juga dapat menjadi jembatan antara pemerintah, pelaku industri, masyarakat, dan pemangku kepentingan lainnya dalam mengatasi persoalan lingkungan.
Dengan kerja sama antar pemangku kepentingan, program Citarum River Clean Up diharapkan dapat berlangsung secara berkesinambungan, sehingga bisa menciptakan Citarum yang bersih.
“Kami berharap program ini bisa menciptakan pengelolaan sampah yang lebih baik dan terbangunnya alam yang sehat bagi masyarakat,” pungkas Triyono.
Media SosialCoca-Cola